Tuesday, January 15, 2008

Seputar Mantan Penguasa 2

Kenapa sih khok jadi ikut-ikutan numpang beken dan menggali sekaligus mentenarkan kembali pamor yang sudah hilang..? iya gitu.

Hampir begitu... hahahaha lepas alasannya apa, sebetulnya karena tidak suka kalo sebuah persoalan tidak dilandasi penilaian yang obyektif.

Kemarin baru beli buku, judulnya "The Mass Killers of the twenteeth century" ato diterjemahkan "Para Pembunuh Massal abad ke duapuluh". Buku yang entah siapa penulisnya, cuman disebut rombongan diterbitkan di yogya..lha kenapa dibeli, karena eh karena.. ada gambar yang selama puluhan tahun melekat dan biasanya nempel di dinding kelas ngapit gambar burung garuda, meski yang ini digambarkan pake baju tentara. Siapa lagi kalau bukan Suharto sang mantan penguasa orde baru-sebuah rezim yang didirikan dengan "culas" itu. Diantara orang-orang "hebat" itu Suharto adalah salah satu yang terbaik, kenapa terbaik.. ya terbaik dibidangnya..heuheuheu. Ada Hitler, Marcos, Mussolini, Stallin, Idi Amin.. herannya rombongan dari Israel dan US khok gak ada ya... lagi-lagi emang kita sudah bisa nebak, ke arah mana buku ini dituju, khan mereka itu yang superbenar dong..hahahaha dasar kan. Disinilah kita mesti jeli bahwa sebuah buku jelas memang bertendensi cuman seberapa obyektif. Lepas dari semua itu memang Pak Harto hebat.. di negeri sendiri dielu-elukan(maksudnya eh gimana sih loe, eloe tu ye.. payah loe!-). Intinya dalam buku ini semua kontroversi yang menghalangi rencana masa depannya diberangus, ngus dengan cara apapun.. memang hebat beyond the future.. tokh pada akhirnya ancur juga karena kompromi dengan amerika sudah enggak sejalan lagi. Iya salah satu bagian yang menarik dari buku ini, hampir semua tokoh yang disebut dalam buku ini, pernah atau setidaknya mendapat sokongan dari Amerika. Itulah kenapa tidak satupun tokoh amerika yang muncul.. Nah meskipun tidak detail dan kurang dukungan data-data konkret buku ini lumayan untuk ikut menghebohkan suasana negeri ini yang lagi diguncang sakitnya si Mbah.. hahaha
Kembali ke alasan menulis tentang hal ini, karena setidaknya harus ada yang menyuarakan suara yang enggak enak dong.. Dikala media kita digiring atau menggiring yah..hehehe terutama TV kearah pengHartoan kembali, selain tentu saja rating yang naik.hihihihi... kapitalis miris meringis.. ya sakitnya si mbah kan menaikan oplah dan rating. Selain itu tapi kita melihat bahwa negeri kita memang Sinetron banget, alias out of thinkable. Ya memang media kita mengarahkan untuk menggiring bangsa ini tidak obyektif,,, berita yang muncul adalah bagaimana susahnya nasib Pak Harto saat ini, gambaran alat-alat yang dipasang, tampangnya yang memelas, keluarganya yang tampak berduka.. itulah yang digambarkan, semuanya adalah upaya menggiring opini. Jelas dong siapa pemilik modal dibalik semua media itu..
Sekarang semuanya jelas, siapa pengurus negara ini yang kemarin kita pilih(aku milih anggota DPR-tapi tidak presiden) itu!!! jelas semuanya memiliki ikatan dengan sang mantan penguasa, itulah kenapa tampaknya sulit sekali mengurus kebobrokan negeri ini, kenapa eh kenapa,,, karena memang dibuat untuk sulit, bukan tidak mau, mau sih, mau membelokan persoalan..hehehehe. Salah loe sih enggak liat siapa yang dipilih.. pokonya selama dia punya bonding dengan penguasa lalu, ya polanya enggak jauh deh.. apalagi kalau ingat balas jasa. wuih!!!

Labels:

Seputar Mantan Penguasa 1

Minggu-minggu ini memang lagi anget-angetnya cerita seru tentang mantan penguasa orde baru, sebuah rezim yang berdiri dengan darah dan berhenti juga dengan darah. Catet-darah banyak sekali maknanya, mana ada manusia yang tak berdarah.
Usianya memang sudah renta, Pak Harto, begitu biasa orang memanggil, sudah mencapai usia sepuh, 87 tahun adalah sebuah rentang waktu yang panjang untuk ukuran manusia, berbagai pengalaman dari generasi ke generasi telah dilalui, sudah sewajarnya semakin jeli.
Ditengah kisruh ketidakmampuan pengelola negara ini mengatur negeri yang sangat kaya ini, Pak Harto tergolek sakit tak berdaya dimakan usia, setiap hari menjadi headline semua berita, termasuk saya yang ikut-ikutan numpang ngetop... heuheuheuheu
Iya memang kisruh, harga-harga melambung tinggi, bahkan demo terbaru tentang tempe-tahu jadi isu terbaru, eh la.. penguasa sekarang cuman bisa bilang, "saya juga penggemar tempe-tahu".. waduh kalo cuman itu tanggapannya,,, ngapain keluarin banyak-banyak duit buat milih pemimpin bangsa. Kayaknya tidak banyak orang yang tidak suka tempe-tahu, tokh biar saya enggak suka tempe, tapi sangat doyan tahu.. jadi tetep ajah larinya ke kedelai, bahkan susu kedelai pun saya cukup suka. Kedelai, ya kedelai.. darimana kedelai yang merupakan bahan utama bikin tempe itu berasal? impor..! hah??? kedelai saja impor??? iya itulah.. mengkenye kebanggaan kita emang wajar luntur tokh hampir semua bahan dan komoditas itu bukan buatan dalam negeri.. pantes diklaim kalo tempe bukan milik kita kan.
Jadi harga-harga tempe-tahu dipasaran itu sangat tergantung dengan pasokan dan harga-harga kedelai diseluruh dunia, dan ketika berbicara tentang itu ada biaya yang menyelubunginya. Kalo kedelai yang dipakai itu impor berarti ada bea impor, nah yang lebih parah adalah bea-bea-beaya yang tak terduga alias dipungut selama dalam perjalanannya.. itu yang bikin harga yang udah selangit itu makin lewat langit lagi.
Kembali ke persoalan Pak Harto, sakitnya beliau selama ini dan juga minggu-minggu ini kan butuh biaya.. Siapa yang bayar? apa gratis.. waduh ternyata, Om satu ini memang cerdik, cerdas dan "beyond the future lah", sudah disiapkan peraturan yang mengatur tentang ini. Peraturan yang sudah diundangkan ini dikeluarkan tahun 1978. Pernyataan tentang hal ini dituangkan dalam Dalam UU Nomor 7 Tahun 1978 tentang hak keuangan administrasi Presiden dan Wapres serta mantan Presiden dan Wapres pada pasal 7 huruf C mengatakan bahwa "segala biaya perawatan kesehatan mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga ditanggung negara". Mantan Presiden dan Wapres beserta keluarga.. walah, pantes aja kuli-kuli tempe tahu itu dirumahkan, la sebagian uangnya dipakai dulu buat biaya para mantan dan keluarga yang kebetulan sudah cukup kaya-kaya kalau sekedar bayar dokter karena Flu. uh!...

Labels:

Menunggu kematian Paman Gober

Oleh: Seno Gumira Ajidarma

Kematian paman gober ditunggu-tunggu semua bebek. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu-nunggu saat itu. Setiap kali penduduk Kota Bebek membuka koran, yang mereka ingin ketahui hanya satu hal: apakah hari ini Paman Gober sudah mati. Paman Gober memang terlalu kuat, terlalu licin, dan bertambah kaya setiap hari. Gudang-gudang uangnya berderet dan semuanya penuh. Setiap hari Paman Gober mandi uang di sana, segera setelah menghitung jumlah terakhir kekayaannya, yang tak pernah berhenti bertambah.
Begitu kayanya Paman Gober, sehingga ia tak bisa hafal lagi pabrik apa saja yang dimilikinya. Bila terlihat pabrik di depan matanya, ia hampir selalu berkata, "Oh, aku lupa, ternyata aku punya pabrik sepatu." Kejadian semacam ini terulang di muka pabrik sandal, pabrik rokok, pabrik kapal, pabrik arloji, maupun pabrik tahu-tempe. Boleh dibilang, hampir tidak ada pabrik yang tidak dimiliki Paman Gober. Ibarat kata, uang dicetak hanya untuk mengalir ke gudang uang Paman Gober.Meskipun kaya raya, anggota klub milyarder no.1, Paman Gober adalah bebek yang sangat pelit. Bahkan kepada keluarganya, Donal bebek, ia tidak pernah memberi bantuan, meski Donal telah bekerja sangat keras. Malah Donal ini, beserta keponakan-keponakannya Kwak, Kwik, dan Kwek, hamper selalu diperas tenaganya, dicuri gagasannya, dan hasilnya tidak pernah dibagi. Cendekiawan jenius Kota Bebek, Lang Ling Lung, yang di muka rumahnya tertera papan nama Penemu, Bisa Ditunggu, pun hampir selalu diakalinya.
Sudah berkali-kali Gerombolan Siberat, tiga serangkai kelas kakap, menggarap gudang uang Paman Gober, namun keberuntungan selalu berada di pihak Paman Gober. Paman Gober tak terkalahkan, bahkan oleh Mimi Hitam, tukang tenung yang suka terbang naik sapu. Sudah beberapa kali Mimi Hitam berhasil merebut Keping Keberuntungan, jimat Paman Gober,namun keping uang logam kumuh itu selalu berhasil direbut kembali. Tidak bisa dipungkiri, Paman Gober memang pekerja kras. Masa mudanya habis di lorong-lorong gua emas. Sebuah gunung emas yang ditemukannya menjadi modal penting yang telah melambungkannya sebagai taipan tak tersaingi dari Kota Bebek.Suatu hal yang menjadi keprihatinan Nenek Bebek, sesepuh Kota Bebek yang mengasingkan ke sebuah pertanian jauh di luar kota, adalah kenyataan bahwa Paman Gober dicintai kanak-kanak sedunia. Paman Gober menjadi legenda yang disukai. Paman Gober begitu rakus. Paman Goberbegitu pelit. Tapi ia tidak dibenci. Setiap kali ada orang mengecam, menyaingi, pokoknya mengancam reputasi Paman Gober sebagai orang kaya, justru orang itu tidak mendapat simpati. Paman Gober bisa menangis tersedu-sedu meski hanya kehilangan uang satu sen. Ia sama sekali bukan tokoh teladan, tapi mengapa ia bisa begitu dicintai? "Dunia sudah jungkir balik," ujar Nenek Bebek kepada Gus Angsa, yang meski suka makan banyak, sangat malas bekerja. Namun Gus Angsa sudah tertidur sembari bermimpi makan roti apel.
Suatu hari dia pasti mati," ujar Kwik.
"Memang pasti, tapi kapan?" Kwak menyahut.
"Kwek!" Hanya itulah yang bisa dikatakan Kwek.
Dasar bebek.
Begitulah, setiap hari, Lubas, anjing dirumah Donal, membawa koran itu dari depan pintu ke ruang tengah. "Belum mati juga!"Donal segera membuang lagi Koran itu dengan kesal. Karena memang tiada lagi berita yang bisa dibaca di Koran. Banyak kabar, tapi bukan berita. Banyak kalimat, tapi bukan informasi. Banyak huruf, tapi bukan pengetahuan. Koran-koran telah menjadi kertas, bukan media. Semua bebek memang menunggu kematian Paman Gober. Itulah kabar terbaik yang mereka harapkan terbaca. Paman Gober sendiri sebenarnya sudah siap untuk mati. Maklumlah, sebagai generasi tua di Kota Bebek, umurnya cukup uzur. Untuk kuburannya sendiri, ia telah membeli sebuahbukit, dan membangun mausoleum di tempat itu. Jadi, bukannya Paman Gober tidak mau mati. Ia sudah siap untuk mati.
"Mestinya, bebek seumur saya ini, biasanya ya sudah tahu diri, siap masuk ke liang kubur. Makanya, ketika saya diminta menjadi Ketua Perkumpulan Unggas Kaya, saya merasakan kegetiran dalam hati saya, sampai beberapa lama saya bisa bertahan? Apa tidak ada bebek lain yang mampu menjadi ketua?"
Kalimat semacam itu masuk ke dalam buku otobiografinya, Pergulatan Batin Gober Bebek, yang menjadi bacaan wajib bebek-bebek yang ingin sukses. Hampir setiap bab dalam buku itu mangisahkan bagaimana Paman Gober memburu kekayaan. Mulai dari harta karun bajak laut, pulau emas, ampai sayuran yang membuat bebek-bebek giat bekerja, meski tidak diberi upah tambahan. Bab terakhir diberi judul "Sampai Kapan Saya Berkuasa?". Memang, Paman Gober adalah ketua terlama Perkumpulan Unggas Kaya. Entah kenapa, ia selalu terpilih kembali, meski pemilihan selalu berlangsung seolah-olah demokratis. Begitu seringnya ia terpilih,sampai-sampai seperti tidak ada calon yang lain lagi.
"Terlalu, masak tidak ada bebek lain?" Paman Gober selalu berbasa-basi. Namun, entah kenapa, kini bebek-bebek menjadi takut. Paman Gober, memang, terlalu berkuasa dan terlalu kaya. Setiap hari yang dilakukannya adalah mandi uang. Ketika Donal Bebek bertanya dengan kritis, mengapa Paman Gober tidak pernah peduli kepada tetangga, bantuan keuangannya kepada Donal segera dihentikan.
"Kamu bebek tidak tahu diri, sudah dibantu, masih meleter pula."
"Apakah saya tidk punya hak bicara?"
"Bisa, tapi jangan asal meleter, nanti kamu aku sembelih."
"Aduh, kejam sekali, menyembelih bebek hanya dilakukan manusia."
"Ah, siapa bilang bebek tidak kalah kejam dari manusia."
"Lho, manusia makan bebek, apakah bebek makan manusia?"
"Yang jelas manusia bisa makan manusia."
"Tapi Paman mau menyembelih sesama bebek, apakah sudah mau meniru sifat manusia?"
Paman Gober mempunyai banyak musuh, namun Paman Gober suka memelihara musuh- musuh yang tidak pernah bisa mengalahkannya itu, justru untuk menunjukkan kebesarannya. Paman Gober sering muncul di televisi. Kalau Paman Gober sudah bicara, kamera tidak berani putus, meskipun kalimat-kalimatnya membuat bebek tertidur. Paman Gober selalu menganjurkan bebek bekerja keras, seperti dirinya, dan Paman Gober juga semakin sering menceritakan ulang jasa-jasanya kepada warga Kota Bebek. "Coba, kalau aku tidak membangun jalan, air mancur, dan monumen, apa jadinya Kota Bebek?"Tidak ada yang berani melawan. Tidak ada yang berani bicara.
"Paman Gober," kata Donal suatu hari, kenapa Paman tidak mengundurkan diri saja, pergi ke pertanian seperti Nenek, menyepi, dan merenungkan arti hidup? Sudah waktunya Paman tidak terlibat lagi dengan urusan duniawi."
"Lho, aku mau saja Donal. Aku mau hidup jauh dari Kota Bebek ini. Memancing, main golf, makan sayur asem, dan membaca butir-butir falsafah hidup bangsa bebek. Tapi, apa mungkin aku menolak untuk dicalonkan? Apa mungkin aku menolak kehormatan yang segenap unggas?Terus terang, sebenarnya sih aku lebih suka mengurus peternakan."
Maka hari-hari pun berlalu tanpa penggantian pimpinan. Demokrasi berjalan, tapi tidak memikirkan pimpinan, karena memang hanya ada satu pemimpin. Segenap pengurus bisa dipilih berganti-ganti, namun kedudukan Paman Gober tidak pernah dpertanyakan. Para pelajar seperti Kwik, Kwek, dan Kwak menjadi bingung bila membandingkannya dengansejarah kepemimpinan kota lain. Kota Bebek seolah-olah memiliki pemimpin abadi. Generasi muda yang lahir setelah Paman Gober berkuasa bahkan sudah tidak mengerti lagi, apakah pemimpin itu memang bisa diganti. Mereka pikir keabadian Paman Gober sudah semestinya.Dan itulah celakanya kanak-kanak mencintai Paman Gober. Riwayat hidup Paman Gober dibikin komik dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Bebek terkaya yang sangat pelit dan rakus ini menjadi teladan baru. Nenek Bebek tidak habis pikir, mengapa pendidikan, yang mestinya semakin canggih, membolehkan budi pekerti seperti itu. Generasi muda ingin meniru Paman Gober, menjadi bebek yang sekaya-kayanya, kalau bisa paling kaya di dunia.
"Paling kaya di dunia?" Kwak bertanya.
"Iya, paling kaya di dunia," jawab Nenek Bebek.
"Apakah itu hakikat hidup bebek?"
"Bukan, itu hakikat hidup Paman Gober.
Sementara itu, nun di gudang uangnya yang sunyi, Paman Gober masih terus menghitung uangnya dari sen ke sen, tidak ditemani siapa-siapa. Matanya telah rabun. Bulunya sudah rontok. Sebetulnya ia sudah pikun, tapi ia bagai tak tergantikan.Semua bebek menunggu kematian Paman Gober. Tiada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu-nunggu saat itu. Setiap kali penduduk Kota Bebek membuka koran, yang ingin mereka ketahui hanya satu: apakah hari ini Paman Gober sudah mati. Setiap pagi mereka berharap akan membaca berita Kematian Paman Gober, di halaman pertama. Jakarta, 16 Agustus 1994
-- Selagi hangat.. diposting dari medicare.blogspot.com, begitulah negeri ini... ampun dech!

Labels:

Map IP Address
Powered byIP2Location.com